Sinopsis Karya Kofiekom: Noto Kromo

ikom.fisipol.unesa.ac.id, SURABAYA - LSO Kofiekom kembali merilis film pendek terbaru berjudul “Noto Kromo” sebagai bagian dari acara Diklat Kofie 2025 yang akan berlangsung pada 22-23 Februari. Film berdurasi 8 menit ini mengangkat tema konsekuensi dari kelalaian dalam menjaga tutur kata, terutama di waktu-waktu sakral. Noto Kromo diharapkan mampu memberikan pengalaman horor yang berkesan sekaligus menyampaikan pesan moral mendalam.
Film Noto Kromo mengisahkan Aksa (17) dan teman satu kelompoknya yang sedang berusaha menyelesaikan tugas video mereka yang mendekati tenggat tugas. Namun, di tengah proses pengerjaan, Aksa dengan ceroboh memaki suara azan yang berkumandang. Hal ini menjadi awal dari teror yang menghantui mereka.
Jana (17) mulai mendengar bisikan misterius di tengah suara azan magrib dalam rekaman suara di ponselnya, Aksa tiba-tiba mengalami sakit perut yang aneh, Ditto (17) mencium bau tak sedap saat Aksa kembali dari kamar mandi, dan puncaknya Aksa terjebak di dunia lain. Melalui kisah ini, Film Noto Kromo ingin menyampaikan pesan bahwa penting bagi setiap individu untuk menjaga tutur kata di mana pun berada.
Florentina Renata Tirtakusuma (angkatan 2024) selaku scriptwriter, terinspirasi dari pengalamannya saat SMK, di mana ia sering melihat kelas kosong dan mendengar bagaimana banyak anak muda yang mulai menyepelekan tutur kata, bahkan ketika azan berkumandang. “Melalui film ini, aku ingin menyampaikan bahwa kita harus selalu menjaga tutur kata di mana pun dan kapan pun. Semoga pesan ini bisa diterima dan direspon positif oleh penonton,” ujar Floren.
Proses produksiI Noto Kromo melibatkan berbagai peran penting, termasuk Audrey Olivia Puspita Putri (angkatan 2023) sebagai director yang merealisasikan skenario ini ke dalam film bersama Aulia Habsari (angkatan 2024) sebagai assistant director.
“Noto Kromo menyoroti pentingnya sopan santun dan konsekuensi dari ucapan yang sembrono. Awalnya saya takut dengan film horor, tetapi proyek ini menjadi tantangan sekaligus kesempatan berharga untuk belajar dan memahami kompleksitas produksi film,” ujar Audrey.
Dewi Safitri (angkatan 2024) selaku produser dan mengelola seluruh aspek produksi, di departemen sinematografi, Bryan Pratama dan Raja Ogya D’Paskah (angkatan 2024) berperan sebagai director of photography dan kameramen. Untuk pencahayaan, Raditya Budi Prianugraha dan Amru Hidayat Al-Azizi (angkatan 2024) bertanggung jawab sebagai lighting man, dan Ferry Bintang Pratama (angkatan 2023) selaku sound mixer.
Tim artistik dipimpin oleh Bunga Adya Mashuri dan Alya Nasywa (angkatan 2024). Setelah proses syuting selesai, Dwi Junita (angkatan 2024) selaku editor.
Dengan konsep cerita yang kuat dan produksi yang matang, Noto Kromo menjadi bukti bagaimana kerja sama dan dedikasi dapat menghasilkan film yang berkualitas. Karya ini diharapkan mampu memberikan pengalaman horor yang berkesan sekaligus menyampaikan pesan moral yang berarti.
[Nailah, 2025]
***
Laboratorium Ilmu Komunikasi UNESA